Sobat Jago, kayaknya kata produktif tuh udah gak asing lagi ya di telinga. Apalagi jaman sekarang kayaknya banyak bertebaran tips untuk jadi produktif atau kayak pentingnya jadi produktif. Menjadi produktif memang sering dinilai sebagai hal yang positif sih. Gimana ngga, yang namanya berhasil berusaha dan menghasilkan sesuatu pasti bawaannya bawa perasaan yang positif juga kayak kepuasan misalkan. Tapi Sob, nyatanya gak selamanya menjadi produktif tuh hal yang positif loh. Menjadi produktif juga bisa jadi sesuatu yang toxic. Yuk deh sini Bang Jago kenalin sama apa itu toxic productivity dan cara mengatasinya
Sama kayak kata produktif, kata toxic yang artinya racun ini juga udah gak asing lagi buat banyak orang. Kalo gak denger di istilah kayak toxic relationship dan toxic positivity, ya pasti kesebut aja gitu di omongan, misalnya “Duh gak bisa deh, udah toxic banget mereka tuh”. Nah, toxic productivity nih kurang lebih kayak gini juga.
Kalo bisa diambil pengertiannya, toxic productivity adalah kondisi di mana produktivitas dilakukan secara berlebihan dan berakhir jadi gak sehat buat seseorang. Ada yang bilang toxic productivity mirip-mirip sama workaholism atau kondisi di mana orang gila kerja, tapi toxic productivity bukan sebatas itu aja. Ketika toxic productivity udah terjadi, setiap kegiatan yang dilakukan tuh harus “berarti” atau harus membuahkan hasil. Kemudian misalkan ada waktu luang, bukannya menikmati waktu istirahat kamu malah khawatir atau merasa bersalah karena gak ngapa-ngapain.
Selain itu, hal lain yang kemungkinan menandakan kalo kamu udah terjerat toxic productivity tuh kayak jadi ngerasa gagal kalo lagi gak produktif, punya ekspektasi yang gak realistis ke hal yang kamu kerjakan, selalu mikirin kerjaan dan lembur, sampai merasa burnout atau capek fisik dan mental karena kerjaan dan berakhir jadi gak produktif.
Kalo racun ditubuh aja harus dikeluarin, toxic productivity pun juga harus diakhiri. Karena kalo terus-terusan ada ya bakal “membahayakan” juga, contohnya merasakan kecemasan berlebih, mengalami depresi, atau bisa benar-benar mempengaruhi level produktivitas. Makanya, setelah berbagi apa itu toxic productivity dan tanda-tandanya, Bang Jago udah siapin juga beberapa cara yang bisa kamu coba lakukan untuk mengatasinya.
Walaupun saat mengalami toxic productivity kamu jadi sulit untuk berhenti produktif, istirahat tetap menjadi langkah yang harus kamu ambil. Kamu bisa memulainya dengan menanamkan di kepala kalau kamu istirahat bukan berarti kamu membuang waktu, tapi justru mempersiapkan diri untuk jadi lebih produktif setelahnya. Selain istirahat seperti tidur yang cukup, kamu juga bisa tetap berkegiatan dengan melakukan hal yang kamu senangi seperti mendengarkan lagu atau nonton film. Kalo lagi di kantor, mungkin kamu bisa coba ngobrol sama temen sekalian jalan dikit ambil pesanan kopi Jago kamu.
Yang dimaksud dari istilah yang dikatakan Laurie Ruettimann ini adalah menganggap yang kamu kerjakan sebagai sesuatu yang profesional tanpa menjadikan hal tersebut identitas kamu. Maksudnya, kamu tetap berkomitmen mengerjakannya dengan baik, tapi bukan berarti kalau kamu gak bekerja atau gak menghasilkan sesuatu kamu jadi gak ada artinya. Dengan begini harapannya mindset kamu akan berubah dan bisa jadi lebih bijak saat produktif.
Mirip seperti mencapai work-life balance, memisahkan pekerjaan dan kehidupan pribadi bisa jadi hal yang kamu lakukan untuk menghentikan toxic positivity. Dengan memisahkan jam kerja dan disiplin memberi waktu kapan untuk kerja dan untuk istirahat, kamu jadi terdorong untuk istirahat dan kalau sudah terbiasa, lama kelamaan perasaan seperti merasa bersalah ketika tidak produktif harapannya bisa hilang.
Terkadang toxic positivity juga bisa hadir karena perasaan negatif yang ada di dirimu. Misalkan, kamu sibuk ingin lebih produktif karena sebenarnya kamu butuh sesuatu untuk meningkatkan kepercayaan diri atau merasa lebih baik karena kamu sibuk membandingkan diri dengan orang lain. Atau mungkin juga kamu jadi terlalu produktif karena menyibukkan diri dari hal yang bikin stres atau kepikiran. Makanya penting untuk kenali yang kamu rasakan, mengakuinya, dan mencari cara menyikapi hal tersebut dengan benar.
Jadi kira-kira kadar produktif kamu masih dalam batas wajar atau udah toxic nih, Sob? Semoga kalo udah terlanjur bisa cepat teratasi ya.
Menjadi produktif sering dinilai sebagai hal yang positif, tapi nyatanya gak selamanya hal ini benar loh, Sob. Yuk kenali apa itu toxic productivity dan cara mengatasinya bareng Bang Jago.
Sobat Jago, kayaknya kata produktif tuh udah gak asing lagi ya di telinga. Apalagi jaman sekarang kayaknya banyak bertebaran tips untuk jadi produktif atau kayak pentingnya jadi produktif. Menjadi produktif memang sering dinilai sebagai hal yang positif sih. Gimana ngga, yang namanya berhasil berusaha dan menghasilkan sesuatu pasti bawaannya bawa perasaan yang positif juga kayak kepuasan misalkan. Tapi Sob, nyatanya gak selamanya menjadi produktif tuh hal yang positif loh. Menjadi produktif juga bisa jadi sesuatu yang toxic. Yuk deh sini Bang Jago kenalin sama apa itu toxic productivity dan cara mengatasinya
Sama kayak kata produktif, kata toxic yang artinya racun ini juga udah gak asing lagi buat banyak orang. Kalo gak denger di istilah kayak toxic relationship dan toxic positivity, ya pasti kesebut aja gitu di omongan, misalnya “Duh gak bisa deh, udah toxic banget mereka tuh”. Nah, toxic productivity nih kurang lebih kayak gini juga.
Kalo bisa diambil pengertiannya, toxic productivity adalah kondisi di mana produktivitas dilakukan secara berlebihan dan berakhir jadi gak sehat buat seseorang. Ada yang bilang toxic productivity mirip-mirip sama workaholism atau kondisi di mana orang gila kerja, tapi toxic productivity bukan sebatas itu aja. Ketika toxic productivity udah terjadi, setiap kegiatan yang dilakukan tuh harus “berarti” atau harus membuahkan hasil. Kemudian misalkan ada waktu luang, bukannya menikmati waktu istirahat kamu malah khawatir atau merasa bersalah karena gak ngapa-ngapain.
Selain itu, hal lain yang kemungkinan menandakan kalo kamu udah terjerat toxic productivity tuh kayak jadi ngerasa gagal kalo lagi gak produktif, punya ekspektasi yang gak realistis ke hal yang kamu kerjakan, selalu mikirin kerjaan dan lembur, sampai merasa burnout atau capek fisik dan mental karena kerjaan dan berakhir jadi gak produktif.
Kalo racun ditubuh aja harus dikeluarin, toxic productivity pun juga harus diakhiri. Karena kalo terus-terusan ada ya bakal “membahayakan” juga, contohnya merasakan kecemasan berlebih, mengalami depresi, atau bisa benar-benar mempengaruhi level produktivitas. Makanya, setelah berbagi apa itu toxic productivity dan tanda-tandanya, Bang Jago udah siapin juga beberapa cara yang bisa kamu coba lakukan untuk mengatasinya.
Walaupun saat mengalami toxic productivity kamu jadi sulit untuk berhenti produktif, istirahat tetap menjadi langkah yang harus kamu ambil. Kamu bisa memulainya dengan menanamkan di kepala kalau kamu istirahat bukan berarti kamu membuang waktu, tapi justru mempersiapkan diri untuk jadi lebih produktif setelahnya. Selain istirahat seperti tidur yang cukup, kamu juga bisa tetap berkegiatan dengan melakukan hal yang kamu senangi seperti mendengarkan lagu atau nonton film. Kalo lagi di kantor, mungkin kamu bisa coba ngobrol sama temen sekalian jalan dikit ambil pesanan kopi Jago kamu.
Yang dimaksud dari istilah yang dikatakan Laurie Ruettimann ini adalah menganggap yang kamu kerjakan sebagai sesuatu yang profesional tanpa menjadikan hal tersebut identitas kamu. Maksudnya, kamu tetap berkomitmen mengerjakannya dengan baik, tapi bukan berarti kalau kamu gak bekerja atau gak menghasilkan sesuatu kamu jadi gak ada artinya. Dengan begini harapannya mindset kamu akan berubah dan bisa jadi lebih bijak saat produktif.
Mirip seperti mencapai work-life balance, memisahkan pekerjaan dan kehidupan pribadi bisa jadi hal yang kamu lakukan untuk menghentikan toxic positivity. Dengan memisahkan jam kerja dan disiplin memberi waktu kapan untuk kerja dan untuk istirahat, kamu jadi terdorong untuk istirahat dan kalau sudah terbiasa, lama kelamaan perasaan seperti merasa bersalah ketika tidak produktif harapannya bisa hilang.
Terkadang toxic positivity juga bisa hadir karena perasaan negatif yang ada di dirimu. Misalkan, kamu sibuk ingin lebih produktif karena sebenarnya kamu butuh sesuatu untuk meningkatkan kepercayaan diri atau merasa lebih baik karena kamu sibuk membandingkan diri dengan orang lain. Atau mungkin juga kamu jadi terlalu produktif karena menyibukkan diri dari hal yang bikin stres atau kepikiran. Makanya penting untuk kenali yang kamu rasakan, mengakuinya, dan mencari cara menyikapi hal tersebut dengan benar.
Jadi kira-kira kadar produktif kamu masih dalam batas wajar atau udah toxic nih, Sob? Semoga kalo udah terlanjur bisa cepat teratasi ya.
Receive the newest information & other fun stuff by subscribing our newsletter